FANATIK BOLEH, TAPI YANG UTAMA JAGA KERUKUNAN
Nganjuk (22/2). Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ubaidah Kertosono mengundang Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Kabupaten Nganjuk, Mohammad Afif Fauzi, pada Selasa (22/2). Kehadiran Afif, untuk memberikan materi “Etika Berdakwah dalam Islam”.
“Kami mengundang Kakankemenag, untuk memberikan materi kepada para calon juru dakwah LDII. Agar mereka dapat mengembangkan dakwah yang sejuk, mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa. Sebab, kini muncul radikalisme yang dapat memecah persatuan bangsa dan menghilangkan rasa kebangsaan itu sendiri,” ujar Pengasuh Ponpes Al Ubaidah Kertosono, KH Ubaidillah Al Hasaniy.
Menurut KH Ubaid, perbedaan keyakinan adalah keniscayaan. Bahkan, dalam beragama fanatic diperbolehkan. Tapi, umat Islam atau umat beragam lainnya, memiliki kewajiban menjaga kerukunan dan persatuan, “Sebagai bangsa Indonesia, kita semua harus memiliki komitmen tegaknya empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI,” ujar KH Ubaid.
Untuk itu, ia mengundang Kakankemenag Mohammad Afif Fauzi, untuk memberikan materi mengenai etika berdakwah dalam keberagaman. Menurut KH Ubaid, pihaknya akan mengundang Polres dan Kodim Nganjuk, untuk memberikan wawasan kebangsaan. Selain Kemenag, ia juga mengundang MUI Kabupaten Nganjuk, untuk memberikan pendalaman materi dakwah yang sejuk kepada para calon juru dakwah LDII.
Senada dengan KH Ubaid, Afif menengaskan dalam kondisi masyarakat yang majemuk, setiap umat beragama memiliki kewajiban menjaga perdamaian. Ia mengatakan moderasi beragama menjadi prioritas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, “Moderasi beragama merupakan upaya agar kehidupan beragama tidak menimbulkan perselisihan, tapi beragama untuk menebar kedamaian, kasih sayang di manapun, kapanpun, dan kepada siapapun,” ujar Afif.
Menurutnya, fanatik beragama itu diperbolehkan. Namun, jangan sampai menyalahkan orang yang berbeda agama atau keyakinan, “Agama itu hadir di tengah kita untuk mengangkat harkat martabat manusia, itulah pentingnya moderasi beragama. Agar kehidupan yang harmonis bisa diwujudkan di negara kita tercinta,” imbuhnya.
Menurutnya, para juru dakwah memiliki tugas untuk menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat, bahwa keragaman keyakinan dan etnik bukan dalih untuk berkonflik. Tapi kekayaan umat manusia, bahkan menjadi kekuatan bagi umat manusia untuk saling kenal dan berkolaborasi untuk kemaslahatan bersama.
“Bagi mereka yang tidak seiman, umat manusia bersaudara dalam kemanusiaan, kita sama-sama manusia yang diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa, yang menginginkan manusia hidup rukun dan damai,” ujarnya.
KH Ubaid menambahkan, moderasi beragama diwujudkan dengan berdakwah yang santun di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut dilakukan pula oleh Rasulullah SAW, “Kalau Nabi Muhammad berdakwah dengan keras, niscaya orang-orang Qurais akan bubar dan menolak ajaran beliau,” ujar KH Ubaid.
Menurutnya, menjaga kerukunan dan perbedaan juga dicontohkan Rasulullah SAW, ketika berdakwah di Madinah. Di kota itu terdapat umat Islam, Yahudi, Nasrani, bahkan penyembah berhala, “Namun Rasulullah berhasil menciptakan kerukunan sehingga yang tadinya berselisih menjadi damai dan rukun,” ujar KH Ubaid.
Menurutnya, Indonesia yang memiliki keragaman, suku, agama dan ras menjadi tanggung jawab LDII, untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuang bangsa. Menurutnya, wawasan kebangsaan menjadi sangat penting bagi para juru dakwah, yang nantinya terjun di tengah-tengah masyarakat.